My Favourite Pic

My Favourite Pic
Like a so much
Powered By Blogger

Simak Qur'an dengan hati yang tenang let's Go...

Lihat Tangal Sekarang Tuh,......biar gak lupa... okey..

Kamis, 18 Desember 2008

CInta Kepada Alloh 1

Bercinta Dengan Tuhan
Perjuangan melawan nafsu adalah bentuk pergulatan hidup manusia. Cinta adalah pemicunya. Mencintai apapun selain
Allah ibarat memahat sesuatu yang menjelma menjadi tuhan-tuhan selain Dia. "Maka pernahkah kamu melihat orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya." (Al Jaatsiyah: 23).
Mulai dari awal penciptaan, Allah telah menetapkan manusia sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. "Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al Baqarah:
30).
Dengan predikat sebagai pemimpin, manusia termasuk makhluk yang paling sempurna dalam ciptaan-Nya.
Sebagaimana wujud manusia yang terdiri dari jasmani, nafsani dan rohani. "Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (At Tiin: 4).
Jasmani adalah fisik manusia yang hanya dapat berinteraksi dengan kehidupan yang serba lahiriah (dunia). Berbeda
dengan nafsani, yaitu jiwa yang dapat mewarnai sifat dan karakter manusia sesuai dengan ilham yang diberikan Allah
padanya. "Dan nafsu (jiwa) serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya." (Asy Syams: 7 dan 8).
Adapun roh itu ada pada rahasia Allah, tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya sedikit saja. "Dan mereka bertanya
kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit." (Al Israa': 85)
Dengan fasilitas yang telah disediakan Allah di dunia, manusia dengan jasmani dan jiwanya berkembang sesuai dengan
fitrahnya. "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Ar Ruum: 30).
Cinta & Tuhan
Mencintai sesuatu berarti mengutamakan sesuatu, bila keutamaan itu sampai membuat seseorang lupa pada Allah,
maka sesuatu itu menjelma menjadi tuhan bagi dirinya. Berbeda dengan orang yang mencintai Allah. Orang yang
mencintai Allah pasti mencintai sesuatu, tapi orang yang mencintai sesuatu belum tentu mencintai Allah.
Cinta yang tumbuh dan berkembang dalam diri manusia merupakan fitrah yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Karena
cinta adalah anugerah yang ditanamkan Allah ke dalam hati manusia. "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik." (Ali 'Imran: 14)
Dan ketika seorang laki-laki mencitai wanita atau sebaliknya, maka rasa cinta itu harus dipandang sebagai anugerah
Allah. Begitu pula cinta terhadap anak-anak, harta benda, kedudukan dan martabat, semuanya harus dikembalikan
kepada Allah. Artinya ekspresi cintanya semata-mata karena memelihara amanat dan anugerah Allah.
Cinta adalah sesuatu yang lembut dan meliputi relung hati. Cinta tidak bisa didefinisikan dengan kata-kata, namun
refleksi dari cinta terlihat pada sifat orang yang bercinta, melalui ekspresi kepatuhan dan pengabdian.
Apabila cinta telah berkembang menjadi kepatuhan dan pengabdian kepada sesuatu, hingga melampaui kepatuhan dan
pengabdiannya kepada Allah, maka sudah pasti sesuatu yang dicintainya itu menjelma menjadi tuhan-tuhan selain Allah.
Dalam realita kehidupan, banyak orang yang mencintai tuhan-tuhan selain Allah dengan menjadikan yang dicintainya
sebagai sesembahan di dalam hatinya. Sebagai contoh, orang yang lebih mengutamakan kecintaannya pada istri,
suami, anak-anak, ketimbang Allah.
Tuhan adalah predikat dari sesuatu, baik dalam wujud lahiriah maupun dalam wujud imajinasi. Dalam kalimat tauhid
menyebutkan: "Tidak ada tuhan kecuali Allah." Berarti tidak ada tuhan-tuhan dalam bentuk apapun yang dipandang
secara lahiriah, juga tidak ada sesuatu dalam imajinasi yang dapat menumbuhkan rasa cinta hingga melampaui cintanya
pada Allah. Lebih spesifik lagi dalam memaknakan kalimat tauhid ialah: Tidak ada cinta pada tahta, harta dan wanita
(baca: lawan jenis), kecuali hanya pada Allah semata.
Cinta tumbuh dan berkembang di dalam hati. Mencintai sesuatu berarti menyediakan ruang dalam hati untuk
bersemayam sesuatu yang dicinta. Hal ini, sama saja menempatkan berhala-berhala di sekeliling rumah Allah, sebab
bagi orang-orang yang beriman, hati itu rumah Allah yang harus dijaga kebersihan dan kesuciannya.
Jika ada orang yang mencintai sesembahan selain Allah dalam bentuk arca dan berhala, maka tidak sedikit pula orang
yang menjadikan sesuatu itu berhala-berhala di dalam hatinya dan sekaligus menjadi tuhan-tuhan selain Allah. Seperti
orang yang mengutamakan cintanya pada tahta, harta, wanita (baca: lawan jenis), anak dan keluarga, sampai-sampai
hatinya dipenuhi dengan berbagai hal tersebut. "Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri,
kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik." (At Taubah: 24).
Mencintai sesuatu boleh saja, tetapi harus dimaknai sebagai refleksi cintanya kepada Allah, dan bukan malah
menjadikan cintanya itu sebagai ajang untuk menguasai dan memiliki sesuatu sehingga membuat Allah tersisih.
Jika ada rasa cinta pada sesuatu dan membuat lupa pada Allah, maka sesuatu itu menjadi tuhan-tuhan selain diri-Nya.
Sama saja orang tersebut sedang bercinta dengan tuhannya. Tuhan yang dimaksud, ialah tuhan-tuhan penjelmaan
http://www.akmaliah.com - .: Pesantren Akmaliah :. Powered by Mambo Generated: 19 December, 2008, 09:29
sesuatu yang dicintainya sesuai dengan nafsunya. "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (Al Jaatsiyah: 23)
Tauhid & Cinta
Tauhid akan mengantarkan seseorang pada maqam hakikat Istiqlal (merdeka). Sebab dengan memahami tauhid,
seseorang dapat melepaskan diri dari belenggu nafsu dunia dan ananiah (ke-aku-an) yang memenjarakannya.
Tauhid juga menumbuhkan cinta kepada Allah. Memahami tauhid sama dengan memosisikan diri menjadi pencinta
Allah. Tidak bertauhid, berarti ada kesenjangan cinta dengan Allah. Sebagaimana kesenjangan cinta antara suami istri
yang dipicu karena tidak sepaham dalam memandang dan meminati sesuatu. Untuk mencapai cinta yang sejati dan
murni, harus ada kesamaan dalam banyak hal, disertai kesediaan untuk melebur dengan keinginan dan kemauan demi
yang dicinta. Karena melebur pada kehendak yang dicinta merupakan bentuk pengorbanan yang hakiki.
Pernyataan cinta seorang hamba pada Tuhan harus diikuti oleh kepatuhan mengikuti kehendak-Nya. Seraya berkata
dan meyakini dalam hati: "Tidak ada daya dan upaya, kecuali dengan daya dan upaya Allah Yang Maha Agung lagi
Maha Tinggi." Yang berarti daya dan upaya seorang hamba selaras dengan kehendak Allah.
Jika seorang hamba menyatakan cinta kepada Allah, tetapi tidak mau berjalan di bawah kehendak-Nya, maka cintanya
sebatas lipstik kata-kata yang menggumpal jadi kalimat untuk bermunajat. Seperti orang yang berteriak lantang
menyuarakan cinta, dan tidak mau merendahkan suaranya demi yang dicinta. Teriakan itu adalah refleksi ke tidak
tahuan makna dan hakikat cinta. Cinta tidak perlu diteriakkan, karena cinta tidak butuh kata-kata dalam bentuk sajak.
Cinta adalah cinta yang hanya dapat dirasa dalam sujud kepasrahan. "Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari
karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (Al Fath: 29)
Cinta kepada Allah yang ditanam dengan benih tauhid dan selalu disirami dengan air ibadah akan tumbuh subur dan
berbuah cinta abadi dalam bentuk kepatuhan dan pengabdian. Kepatuhan mengikuti Rasul-Nya dan mengabdi sebagai
hamba-Nya seraya berharap pada cinta kasih-Nya. "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali 'Imran:
31).
Seseorang yang mengikuti Rasul-Nya karena cintanya pada Allah, berarti telah mampu melepaskan diri dari perbudakan
nafsu, terbebas dari hukum basyariah (fisik) dan terlepas dari sesuatu selain Allah yang mencengkeramnya.
Terbebas dari hukum basyariah itu bukan berarti tarikus syari'at (meninggalkan syariat Nabi Muhammad Saw.). Tetapi
menyediakan seluruh hidup dan matinya hanya untuk Allah Tuhan Semesta Alam. Inilah hakikat tauhid dan cinta
seorang hamba pada Tuhannya. "Sesungguhnya shalat dan ibadahku, hidup dan matiku, kuserahkan seluruhnya hanya
kepada Allah Tuhan semesta alam." (arti sebagian doa iftitah).
Cinta & Pengabdian
Kepatuhan dan pengabdian merupakan bentuk ekspresi cinta seorang hamba kepada tuhannya, baik tuhan dalam arti
sesuatu yang merupakan jelmaan dari rasa cinta, atau Tuhan dalam arti yang sesungguhnya. Seorang hamba yang
mencintai Tuhan, di hatinya tak ada ruang kosong untuk ditempati oleh sesuatu selain diri-Nya. Hanya Allah yang
meliputi dan memenuhi hatinya sepanjang masa.
Bagai gayung bersambut, Allah pun mencintai hamba-Nya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan hamba dalam
menerima cinta-Nya. Sebagai bukti awal cinta-Nya, Dia membersihkan hati hamba dengan ampunan yang berlimpah.
Rahmat dan salam datang silih berganti menghiasi hati hamba-hamba-Nya.
Cinta kasih Allah adalah Nur yang menerangi hati hamba-hamba-Nya. Ketika Nur Ilahi telah masuk ke lubuk hati seorang
hamba, maka hamba tersebut akan merasakan lapang dada dan luas hatinya untuk memaafkan kesalahan siapa pun,
sebelum ada yang datang meminta maaf. "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena
itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (Ali 'Imran: 159).
Di samping itu, tercermin pula pada sikap hidup yang selalu mengutamakan wilayah spiritual ketimbang wilayah material.
Artinya, jika dihadapkan pada dua pilihan antara kepentingan akhirat dengan dunia, maka akan memilih untuk
kepentingan akhiratnya. Dalam hal memilih pasangan hidup misalnya, wanita atau pria yang beriman itu lebih baik untuk
akhiratnya daripada wanita atau pria yang musyrik, kendatipun lebih menarik dipandang nafsu syahwatnya. "Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran." (Al Baqarah: 221).
Pengabdian seorang hamba terhadap Allah ialah penyerahan diri sepenuhnya di bawah kehendak-Nya (tawakal),
dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan cinta-Nya yang penuh rahmah dan ampunan. "Mereka itulah yang
mendapat salawat (salam cinta) yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk." (Al Baqarah: 157). J Mursyid Akmaliah

CInta Kepada Alloh

Love is spiritually ultimate…
merupakan cinta paling mungkin dan rasional…
Bagi yang buta mata hati, cinta kepada selain Allah
adalah satu-satunya cinta paling logis dan rasional…
Bagi yang punya mata hati, cinta kepada Allah

Menurut Al Ghazali, terdapat lima faktor dan tingkatan yang membuat cinta itu tumbuh, yaitu sebagai berikut:

1. Mencintai diri sendiri

Mencintai keberadaan dirinya, kesempurnaannya, dan demi eksistensi dirinya. Cinta seperti ini cinta paling primordial dalam kehidupan manusia. Setiap yang hidup pertama-tama pasti mencintai dirinya sendiri

2. Mencintai orang yang berbuat baik kepada dirinya

Tetapi manusia juga memiliki sifat kebaikan. Hati manusia memang diciptakan Allah dengan watak mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan membenci orang yang berbuat jahat kepadanya. Mencintai orang lain yang berbuat baik kepadanya untuk kepentingan mempertahankan dan meningkatkan, serta mencegah hilangnya eksistensi dirinya. Seperti ilmu dan guru, adalah dua hal yang sama-sama dicintai oleh manusia. Ilmu dicintai karena wujud ilmu itu dapat mengukuhkan eksistensi dirinya, sedangkan guru dicintai karena ia adalah penyebab bagi adanya ilmu. Ia sebenarnya bukan mencintai guru yang berbuat baik itu. Ini jelas hanya respon terhadap salah satu tindakan baik gurunya. Jika kebaikannya habis, maka habis pula cintanya, walaupun guru sebenarnya masih ada. Jika kebaikannya berkurang, maka berkurang pula cintanya. Cinta dapat berkurang atau bertambah sesuai dengan berkurang dan bertambahnya kebaikan yang dilakukan orang lain terhadap dirinya.

3. Mencintai wujud dari yang dicintai itu sendiri

Bukan lagi mencintai orang lain karena ingin memperoleh di balik wujud sesuatu. Inilah cinta yang hakiki dan paling tinggi kedudukannya di dunia. Seseorang mencintai keindahan demi keindahan itu sendiri. Ia mencintai keindahan demi nilai keindahan itu sendiri, karena mengenal keindahan merupakan kenikmatan. Dan kenikmatan itu dicintai karena wujud itu sendiri, bukan karena yang lain, bukan karena kepentingan yang lain.
Mencintai siapapun yang memang berbuat kebaikan, meskipun kebaikan itu tidak untuk kepentingan dan eksistensi dirinya, bahkan tidak berdampak kepada dirinya.

4. Cinta Keindahan dan Kebaikan Substantif

Mencintai keindahan dan kebaikan tidak hanya bersifat lahir, wujud, tetapi juga mencintai keindahan, kebaikan secara batin, substantif. Kebaikan, keindahan, dan setiap yang dicintai selalu memiliki citra lahir dan batin. Citra lahir teridentifikasi melalui mata lahir dan dapat terekstraksi pada panca indera lainnya. Citra batin teridentifikasi melalui mata batin dan terekstraksi pada pengalaman abadi non materi. Inilah yang sebenarnya disebut cinta yang melampaui cinta materi.

5. Mencintai Siapapun dan Apapun yang Memiliki Keselarasan Batin

Seringkali cinta terjalin antara dua orang bukan karena alasan keindahan dan kebaikan, keuntungan, atau manfaat lainnya. Cinta yang lebih tinggi dapat terjalin karena adanya keselarasan jiwa antara keduanya.

Cinta akan benar-benar utuh ketika kelima faktor tersebut menyatu dalam diri seseorang. Dan lima faktor tersebut hanya dapat menyatu secara sempurna dalam pangkuan Allah SWT. Caranya adalah dengan selalu melakukan pemurinuan jiwa, pensucian jiwa, yaitu tazkiyah an-nafs. Seperti disebutkan oleh Sabda Rasulullah saw., bahwa Pensucian Jiwa Adalah Separuh Iman. Tazkiyah an-nafs menekankan laku tawbah, shabr, zuhd, khauf (takut) dan raja’(selalu berharap) secara terus menerus.

Puncak penyucian jiwa itu sendiri sebenarnya adalah pengosongan jiwa dari segala sesuatu selain Allah. Sehingga dengan kondisi seperti itu, hati benar-benar siap menerima makrifat dan hubb Allah (kecintaan kepada Allah). Dengan pensucian itu maka diharapkan memunculkan kekuatan dan keluasan makrifat atas hati. Makrifat atas hati ini akan membuahkan Syawq (rindu), Uns (mesra) dan Ridha kepada Allah SWT.

Disarikan dari Rindu Tanpa Akhir (Al Mahabbah wa al-Syawq wa al-Uns Wa al- Ridha) karya Imam Al Ghazali. Terjemahan Edisi II. Penerbit Serambi. Tahun 2006.

Syukron Jazamululloh.......Hadanalloh waiyyakum....